googlebec3e20e0727f0b8.html TEMARAM SENJA - SMP NEGERI 4 SATU ATAP KARANGJAMBU
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TEMARAM SENJA

 Oleh : Yuli Trianto

    

       Temaram senja menghampiriku. Kabut semakin bergelayut pada atap tiada berdinding. Hampir satu jam sudah waktuku habis untuk menunggu Mas Rusli sopir bundaku. Tidak biasanya seperti ini. Jika dalam perjalanan normal dari rumah maksimal hanya setengah jam, kali ini mengapa berbeda. Aneh, ada yang aneh dengan hari ini. Pasti sesuatu terjadi dengan Mas Rusli. HP-nya tidak aktif untuk dihubungi.

Aaaah… Aku tak mau tersiksa dengan menunggu. Bukan kebiasaanku menghabiskan waktu dengan lamunan kosong tanpa makna. Aku terbiasa berteman dengan kertas dan pensil. Kemanapun pergi dua benda itu tak mungkin lupa. Bagiku kertas dan pensil adalah sahabat sejati. Selalu saja mengerti tentang aku. Apapun yang terjadi, dua benda itu setia membersamaiku.

 

Jika rasaku berkecamuk karena waktu

Mataku terkulai, terkuras hempasan angina sore

Jantungku berdegup membela hak sel-sel darah yang ingin berkelana

Aku menjelma sosok dewasa

Menggurui diriku sendiri.

 

Sebait puisi mengawali coretanku. Ini adalah ungkapan perasaanku tentang waktu dan menunggu. Aku tak mau menunggu itu menyiksaku, melelahkan jiwaku. Membuat ngantuk mataku. Memunculkan perasaan galau, kacau dan semacamnya. Aku berusaha menghibur diri, menjelma sebagai seorang yang bijak menasehati agar apa yang aku alami itu tidak memenjarakan perasaan, bahkan menyiksaku. Ha..ha..ha.. lucu sih, berpuisi itu lucu. Seperti bermain peran. Adakalanya aku harus tampil sebagai seorang dewasa yang leluasa berkata-kata, mengeluarkan kata-kata nasihat. Yaaa… menasehati diriku sendiri. Biarlah, aku tak peduli. Bagiku puisi itu bidadari, baik hati, suka menolong, dan selalu mengerti tentang aku. Puisi itu satria pemberani, penyelamatku ketika aku dalam kesulitan. Seperti saat ini, aku disandera oleh waktu. Jaaaah… semakin membuat bingung saja kan aku berkata-kata? Sekali lagi aku tak peduli.

 

Temaram senja memikat hati

Mengelabuhi dengan pesona warna

Mengikat serat bergelantung bergulung-gulung

Mengantri untuk dipanggili

Melebur cahaya membiru syahdu

Mengantarkan pada peraduan malam.

 

Ketika pandangan kusebar menyeluruh ke area terbuka, sore itu cahaya sungguh terlihat indah. Matahari tidak begitu leluasa memancarkan cahayanya. Di samping karena posisinya sudah hampir turun ke ufuk barat, juga karena terhalang oleh gumpalan asap putih. Udara mulai berasa dingin sore itu, menyempurnakan suasana senja dalam temaram yang mempesona menghantarkan siang pada senja yang aduhai. Aku hanya bisa berkata-kata. Iya… semampuku melukiskan keindahan sore itu untuk menghibur diri.

Aku melempar pandanganku pada selasar depan ruang tunggu. Petugas kebersihan sekolah berkali-kali lewat di depanku. Menyapa, tersenyum, tetapi tidak sampai mengajak berbicara panjang, seolah paham betul dengan apa yang sedang aku perbuat. Fokus pada pot-pot besar yang berbaris rapi di depan, sepanjang selasar. Aku mengagumi tatanan pot bunga itu tidak hanya berfungsi memperindah ruangan, tetapi manfaat lainnya adalah menjadikan udara semakin segar, menyulap suasana sekolah sejuk mempesona. Mataku terpaku pada zona tanaman anthurium. Semua pot besar, kecil menyuguhkan anthurium dengan tatanan apik.

 

Pada sudut dinding cahaya membias perak

Menerpa sebaris anthurium

Senja memanjakan daun-daun menari malu

Sangat tahu dan tak mau wajahnya dihinggapi semburat lelah

Anak manja sedari tadi duduk terpaku

Menikmati rasa, melukis aksara memuja temaram

Senja merengkuhku dalam dekapan kedamaian

Membisikiku dengan desah menggoda

Tentang syair alam temaram senja.

 

Aku terkejut ketika tiba-tiba bahu kananku ditepuk seseorang. Cepat menoleh ke belakang. Ternyata satpam sekolah mengingatkanku jika sedari tadi jemputan sudah menunggu di halaman parkir. Tidak jauh sebenarnya dari tempatku menunggu. Tetapi saking asyiknya menulis sampai suara  klakson mobil tidak terdengar olehku. Mas Rusli tersenyum ketika aku menoleh ke arahnya. Kertas dan pensil yang sejak tadi menemaniku menunggu Mas Rusli segera aku selipkan ke anak tas.

“Kenapa lama sekali mas, HP Mas Rusli juga tidak aktif?”

“Maaf mbak, HP lowbath konektor charger di mobil rusak, perempatan bandara macet total, lebih dari satu jam.”

“Memang ada apa mas?”

“Pawai hari santri kan, sekolah gak ikut to?”

“Ikut mas, hanya perwakilan.”

Percakapanku dengan Mas Rusli mengiringi perjalanan pulang sore itu. Berkali-kali dia minta maaf atas keterlambatannya menjemputku. Tak apalah, namanya juga di jalan tidak bisa diprediksi lancar tidaknya.  Rasaku masih saja terbawa memuja temaram senja. Sepanjang jalan lampu-lampu mulai menyala. Seolah berebut membiaskan cahaya warna-warna. Mataharipun harus rela mengalah posisinya digantikan lampu-lampu kota.  

 

Temaram melambai-lambai

Menyibak kerudung jingga hingga wajahnya terlihat sebagian

Menebar senyum, meresap sampai ke relung-relung

Temaram mengibaskan rambut panjangnya

Hingga helainya tersangkut di paru-paru kota

Apakah karena enggan berpisah?

Ingin menemani malam hingga kembali siang?

Temaram tersenyum manja

Tangannya bergelayut pada puncak-puncak menara

Melambai, menggapai pesona senja.

 

Petang ini suasana menenteramkan hati. Yaaaaah… wujud kepedulian puisi terhadapku. Tadi kan aku bilang, puisi bagiku itu bidadari. Selalu saja hadir tepat ketika aku membutuhkannya. Terbukti tidak berasa jenuh kan? Waktuku menunggu Mas Rusli tanpa berasa terlewatkan. Sampai di halaman rumah aku turun. Pintu rumah terbuka sedikit. Tandanya bundaku paham aku pulang. Bunda tak membalas salamku ketika aku masuk rumah. Aku paham pasti bunda sedang menunaikan sholat maghrib di mushola dekat ruang belajar. Aku hanya menaruh tas sekolahku di meja belajar. Tanpa ganti baju lebih dahulu bergegas mengambil wudu menyusul bundaku di mushola. Selesai solat aku peluk erat bundaku. Kuciumi kedua pipinya. Hangat berasa, seolah menyatu dengan suasana temaram yang aku lukis dalam puisiku sepanjang sore. Selamat malam, temaram petang berganti, melucuti busana mengganti gaun malam.

Posting Komentar untuk "TEMARAM SENJA"